Teori Relativitas Umum mengatakan bahwa “Waktu tidak memiliki keberadaan independen yang terpisah dari keteraturan dari peristiwa-peristiwa yang dengannya kita mengukurnya”. Sebagaimana ditulis dalam beberapa buku tentang teori relativitas, ruang dan waktu merupakan suatu bentuk intuisi yang tidak dapat dipisahkan dari kesadaran, seperti halnya konsep tentang warna, bentuk, dan ukuran. Dengan kata lain, waktu merupakan besaran yang berdasar atas persepsi yang bersifat relatif dan tergantung sepenuhnya kepada si penerima.
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang mengalami kecepatan perputaran waktu dalam situasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, ketika Anda menunggu kedatangan seorang teman yang sangat Anda harapkan, keterlambatan 10 menit saja akan terasa sangat lama bagi Anda. Sebaliknya, ketika Anda sedang mengerjakan soal ujian yang sangat sulit dan membutuhkan banyak waktu, 10 menit akan terasa sangat singkat bagi Anda. Bukti itulah yang menunjukkan bahwa waktu merupakan suatu persepsi psikologis. Yang lebih menarik dari fakta ini adalah ternyata telah dijabarkan dalam Al Quran empat belas abad sebelum ilmu pengetahuan modern mengungkapnya. Terdapat bermacam-macam penjelasan dalam Al Quran mengenai relativitas waktu.
Beberapa ayat menerangkan bahwa kehidupan manusia merupakan waktu yang sangat singkat, sebagaimana berikut:
yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al Isra ‘:52)
Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan….. (Yunus: 45)
Dalam ayat lain disebutkan bahwa orang-orang mengalami waktu berbeda-beda dan kadang-kadang orang menganggap masa yang sangat singkat sebagai masa yang sangat panjang. Percakapan di hari akhir berikut merupakan contohnya:
Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. (Al Mu’minun: 112-114)
Allah juga menyebutkan dalam ayat lain bahwa waktu berputar dalam langkah yang berbeda-beda dan dalam kondisi yang berbeda-beda:
… Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (Al Hajj: 47)
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al Ma’arij: 4)
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (As Sajdah: 5)
Kisah Para Pemuda Goa (Ashabul Kahfi) juga menyebutkan tentang persepsi waktu. Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda beriman yang tertidur selama lebih dari tiga abad dalam sebuah goa. Ketika terbangun, mereka mengira hanya tidur sebentar saja sebagimana diceritakan dalam Surat Al Kahfi berikut:
Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu). (Al Kahfi: 11-12)
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?).” Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (Al Kahfi: 19)
Kisah hampir serupa terdapat dalam surat Al Baqarah. Seorang pemuda yang beriman (beberapa referensi menyebutkan bahwa pemuda tersebut adalah Nabi Uzair a.s.) tertidur selama seratus tahun hingga keadaan negeri di sekelilingnya telah berubah. Akan tetapi, ia mengira hanya tertidur sehari saja.
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah: 259)
Ayat-ayat di atas merupakan keterangan yang jelas mengenai realtivitas waktu. Bahwa kenyatan ini baru dipahami oleh para ilmuwan pada awal abad ke-20 merupakan bukti bahwa Al Quran diturunkan oleh Allah, Yang Menguasai Ruang dan Waktu, bukan karangan Nabi Muhammad sebagimana dituduhkan kaum materialis. Rentang waktu 14 abad antara diturunkannya Al Quran dengan dijabarkannya Teori Relativitas merupakan bukti yang cukup bahwa Al Quran benar-benar firman Allah SWT dan tidak ada keraguan untuk mengimaninya.
Selesai ditulis di Surabaya pada Juni 2010
Dikutip dari http://www.insight-magazine.com/indo/
0 komentar:
Posting Komentar
Jazakumullah Khoir